LAKIPADADA
cerita tentang Lakipadada ini merupakan salah satu legenda Toraja dari sekian banyaknya legenda2 lainnya yang sungguh menarik.
yah begitulah indahnya budaya Indonesia yang memiliki TORAJA sebagai salah satu bagian dari keanekaragaman yang dimilikinya.
Lakipadada, adalah bangsawan toraja yang jadi paranoid terhadap maut, sehingga berusaha mencari mustika tang mate (ketidakmatian/keabadian/kekekalan/dsb) supaya dia bisa hidup kekal, tanpa dihantui kematian (cerita ini mirip dengan cerita Nabi Sulaiman). Didalam legendanya, Lakipadada diceritakan kehilangan orang2 yang sangat dia cintai, ibu, saudara perempuan, saudara laki-laki, bahkan pengawal dan hamba2nya satu demi satu meninggal dunia. Hal itu sungguh sangat menyedihkan bagi Lakipadada, hingga dia pun memutuskan untuk mengejar impian yang bagi kita sangatlah tidak mungkin. Lakipadadapun menjadi paranoid, dia berusaha menegasikan kemungkinan kematian juga datang padanya. Hingga akhirnya pergilah dia mengembara dengan tedong bonga (kerbau belang) nya untuk mencari mustika tang mate (mustika tidak mati) yang bisa menjadikan hidupnya kekal, dia pun mengarungi teluk bone dengan buaya sakti yang ditukarkan dengan tedong bonga miliknya sebagai imbalan jasa untuk menuju Pulau Maniang, tempat yang dianggapnya dihuni oleh seorang kakek tua sakti berambut dan jenggot putih yang diceritakan memiliki mustika itu.
Lakipadada pun bertemu dengan Kakek tersebut dan mengungkapkan keinginannya untuk tidak mati. kakek itu menyetujui permintahan Lakipadada tapi dengan syarat yang sangat berat.Lakipadada harus berpuasa makan dan minum dan tidak boleh tertidur selama tujuh hari tujuh malam di dalam gua yang telah di perintahkan oleh si kakek. beberapa hari berlalu, lakipadada sanggup untuk melalui tantangan tersebut, namun akhirnya Lakipadada tertidur.
Kakek itu datang menghampiri Lakipadada dan mematahkan pedang yang dimiliki Lakipadada. setelah tujuh hari berlalalu, si Kekek itu kembali menghampirinya dan bertanya kepada Lakipadada, "Lakipadada, apakah kamu telah melakukan apa yang telah kuperintahkan ?".
"yah, aku telah berpuasa dan tidak tidur selama tujuh hari tujuh malam lamanya !" jawab Lakipadada.
Kakek itu kembali bertanya hal yang sama, dan Lakipadada pun menjawab hal yang senada dengan jawaban pertamanya.
Kakek itu pun menyuruh Lakipadada untuk mencabut pedangnya dan melihat apa yang terjadi. Lakipadada terkejut saat melihat pedang yang dimilikinya telah patah.
kejadian itu menandakan bahwa saat melaksanakan perintah dari si kakek, Lakipadada pernah tertidur. Lakipadada pun dianggap gagal untul mendapatkan mustika keabadian itu.
Tapi dari sini Lakipadada mendapat hikmah yang menyadarkannya bahwa menghindari kematian sama halnya dengan menantang kuasa Tuhan. Tidak ada yang bisa melawan takdir Tuhan.
Lakipadada, kemudian mengembara lagi dengan menumpang bergelantungan di cakar burung Garuda yang
membawanya ke negeri Gowa. Disana Lakipadada, yang sudah tercerahkan, menyebarkan hikmah kebajikan dan berhasil mendapat simpari Raja, mengobati dan membantu permaisuri raja melahirkan. Lakipadada diangkat menjadi anak angkat dan Putra Mahkota.
Diakhir cerita diceritakan Lakipadada yang memperistri bangsawan Gowa, kemudian diangkat menjadi raja Gowa, penguasa baru yang bijak. Dia memiliki tiga orang anak, yang kemudian menjadi penerusnya dan mengembangkan kerajaan-kerajaan lain di jazirah sulawesi. Putra sulung, Patta La Merang menggantinya di tahta Gowa. Putra kedua, Patta La Baritan ditugaskan ke Sangalla, Toraja dan menjadi raja disana. Putra bungsu, Patta La Bunga, menjadi raja di
Luwu.
Sebagai Akulturasi damai, Lakipadada yang berasal dari Toraja berdamai dengan tiga suku lain; belajar hikmah dari Bugis/Bajo (kakek sakti di pulau Maniang), menjadi raja di pusat budaya Makassar, dan mengirim anaknya menjadi Datu di Luwu. Akulturasi ini lah yang mengabadikan darah dan silsilahnya, juga cerita legenda yang mengantarkannya pada kita saat ini, mungkin inilah mustika tang mate yang dimaksudkan, keabadian melalui cerita/legenda.
Cerita di atas dikutip dari buku tipis : Cerita Rakyat Sulsel karangan Ber T Lembang, penerbit Yayasan Pustaka Nusatama.
semoga cerita di atas dapat memberi Hikma bagi kita semua, bahwa kita tidak bisa melawan kehendak Tuhan.
Komentar
Posting Komentar